Kebhinnekaan Indonesia: Tantangan dan Harapan Menuju Harmoni Sosial

PEMBAHASAN

Rentang wilayah Indonesia yang begitu luas, dengan 277,7 juta penduduk. Menjadikan negara kita sebagai salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia, yaitu di peringkat ke-4. Dengan jumlah penduduk yang terbilang sangat banyak, keberagamaan sosial di Indonesia, tidak dapat dihindari. Hal tersebut menumbuhkan faktor-faktor terciptanya isu-isu sosial yang tersebar di segala penjuru negeri kita tercinta. Apa yang ingin saya bahas adalah mengenai betapa kebhinnekaan yang didoktrin berbeda dan harus bersatu. Ini merupakan hal yang mudah untuk diucapkan, namun siapa sangka ini menjadi salah satu yang paling sulit untuk dilakukan. Di sebuah negara yang dipenuhi pernak-pernik perbedaan dengan beragam agama, suku, budaya, bahasa, adat istiadat hingga pergaulan sosialnya. Memiliki keberagaman yang kaya memanglah salah satu keunggulan Negara Indonesia. Namun, apakah kebhinnekan sungguh mempersatukan? Naasnya, di tengah perbedaan yang terbilang kompleks ini, masyarakat Indonesia masih jauh dari kata ”bersatu”. Keberagaman merupakan anugerah terindah yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa. Keberagaman juga harus dilestarikan dengan baik sehingga tidak berpotensi menjadi sumber konflik. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika (Walau Berbeda Beda Tetap Satu Jua) menggambarkan keberagaman penduduk di Indonesia, sekaligus menjadi pemersatu dan pengikat semua anggota kelompok sosial yang berbeda-beda. Kebhinnekaan harus dipahami sebagai kekuatan pemersatu bangsa. Sebagai masyarakat yang baik seharusnya kita dapat memandang keberagaman sebagai sebuah kekuatan dan bukan sebagai suatu ancaman bahkan gangguan.

Bibit konflik mengenai kebhinnekaan, kini mulai muncul di kalangan siswa, bahkan di bangku Sekolah Dasar (SD). Sehingga semuanya perlu dipertanyakan lebih lagi. Konflik memang selalu muncul apa pun alasannya. Namun jika hal itu sudah ada sejak usia dini, maka kita bisa melihat betapa toleransi telah terabaikan dan jarang diajarkan sejak usia dini. Data di samping menjadi bukti outentik yang tidak terbantahkan lagi. Salah satu perilaku yang marak pada masa ini, terutama pada kalangan anak sekolahan, yaitu perilaku bullying atau lebih akrab dikenal sebagai perilaku perundungan. Perundungan memang tidak semata-mata hanya karena kebhinnekaan, tentu ada faktor-faktor lain yang dapat memengaruhi perilaku tersebut. Namun konflik yang dihasilkan sedari dulu sering kali disebabkan oleh adanya kebhinnekaan yang begitu kompleks.

Akhirnya, penting bagi seluruh masyarakat, tanpa terkecuali, untuk berkomitmen untuk memerangi rasisme dalam segala  bentuknya. Hanya dengan bersatu dan bekerja sama, kita dapat membangun masyarakat yang inklusif, adil, dan menghargai keberagaman. Melalui upaya bersama ini, kita dapat mengubah cerita konflik menjadi cerita keberhasilan dalam membangun jembatan kemanusiaan di tengah tengah perbedaan.

Di dalam Kakawin Sutasoma yang dikarang oleh Mpu Tantular pada abad ke 14 tertulis: “Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangraw”. Yang artinya; meski berbeda–beda tetapi tetap satu, tiada dharma yang mendua. Kakawin Sutasoma ini sangat istimewa karena pada waktu itu mengajarkan toleransi antara umat Hindu Siwa dengan umat Buddha. Dalam Ajaran Hindu, terdapat kata “Tat Twam Asi” yang artinya: “Engkau adalah Aku, Aku adalah Engkau.” Rumusan tersebut membimbing kita untuk dapat mengasihi orang lain sama seperti kita menyayangi diri sendiri. Di dalam Alkitab Agama Kristen, hal tersebut juga tertulis pada Kitab Matius 22: 39 “Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” Dalam setiap agama yang ada, tentu akan mengajarkan hal yang baik pada penganutnya. Dan Indonesia merupakan negara Ketuhanan yang mewajibkan masyarakatnya untuk memeluk 1 agama dan mengamalkan ajaran agamanya masing-masing. Hal tersebut diperkuat oleh Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 29 UUD 1945: (1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. (2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Sehingga ketika masyarakat memeluk salah satu agama dan menjalankannya, maka semuanya dapat memahami hal tersebut. Oleh karena itu, setiap individu hendaknya tidak menyakiti makhluk lain. Kitab Bhagavad Gita ( 17.15 ) menyebutkan “Berkata-kata yang tidak menyebabkan perasaan orang lain terganggu, jujur, menyenangkan, dan mengandung kebaikan”. Hal seperti Inilah yang menjadi jalan utama menuju masyarakat dengan kehidupan damai dan harmonis di tengah kebhinnekaan.

Namun perilaku perundungan sangat sulit dipisahkan dari kehidupan siswa, hal tersebut dibuktikan oleh keberadaan perilaku ini yang masih marak di tengah kehidupan sehari-hari. “Jadi penanganannya tidak bisa sendiri-sendiri karena saling berkaitan. Banyak kasus ditemukan, pelaku bertindak bully karena ia juga menjadi korban perundungan. Faktor kurangnya support system dan bebasnya konten di media sosial juga bisa menjadi penyebab,” ujar Puan dalam keterangan persnya, Jumat (29/9/2023). Berdasarkan kutipan tersebut, penyebab sulitnya pemutusan rantai perilaku ini cukup kompleks, mulai dari kesadaran masyarakatnya, keinginan untuk menjauhi perilaku ini dari kehidupan sehari-hari dan penerapannya sangatlah sulit. Di sisi lain, dahulu masalah dan konflik telah sering terjadi hingga mengakibatkan peperangan yang tanpa henti. Namun saat ini masa itu telah berubah, bentuk konflik yang dihasilkan pun telah berganti. Oleh karena itu, penanganan yang berbeda perlu dikerahkan. support system bagi pelaku dan korban perlu mengarahkan. Teruntuk kebhinnekaan yang telah ada sejak nenek moyang, seharusnya bukan masalah. Pemahaman dalam menyikapi perbedaan ini sangat penting demi masa depan bangsa, saling menghargai, dan keinginan untuk mau mengasihi sesama seperti diri sendiri diperlukan untuk membangun kesadaran diri.

DAFTAR RUJUKAN

  1. Arisuweni, Luh Gede. 2021. Bermasyarakat dalam Hindu. https://kemenag.go.id/hindu/kebhinekaan-bermasyarakat-dalam-hindu-8ygws1. Diakses pada 20 Januari 2024, pukul 19.00 WIB.
  2. Annur, Cindy Mutia. 2023. 10 Negara dengan Jumlah Penduduk Terbanyak di Dunia (28 Juli 2023). https://databoks.katadata.co.id/datapublish /2023/07/28/10-negara-dengan-jumlah-penduduk-terbanyak-di-dunia-pertengahan-2023. Diakses pada 14 Februari 2024, pukul 16.18 WIB.
  3. Muhamad, Nabilah. 2023. Proporsi Kasus Perundungan di Lingkungan Sekolah (Jan-Juli 2023). https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2023/08/07/kasus-perundungan-sekolah-paling-banyak-terjadi-di-sd-dan-smp-hingga-agustus-2023.  Diakses pada 14 Februari 2024, pukul 16.40 WIB.
  4. www.dpr.go.id. 2023. Pemerintah Harus Petakan Faktor Penyebab Bullying Anak.https://www.dpr.go.id/berita/detail/id/46802/t/Pemerintah%20Harus%20Petakan%20Faktor%20Penyebab%20Bullying%20Anak. Diakses pada 14 Februari 2024, pukul 18.08 WIB
  5. Sidin, Andi Imanputra. 2019. hak konstitusional beragama menurut uud 1945. https://pusdik.mkri.id/index.php?page=web.Download2&id=678. Diakses pada 15 Februari 2024, pukul 06.35 WIB.
Ditulis oleh : Yessin Klaristian