TRIP kepanjangan dari Tentara Republik Indonesia Pelajar yang dibentuk secara resmi pada tanggal 22 September 1945. Pasukan tersebut mewadahi para pejuang yang masih berusia belia sekitar 13-18 tahun yang memiliki semangat juang yang tinggi. Pasukan ini berasal dari BKR alias Barisan Keamanan Rakyat yang kemudian berubah nama menjadi TKR atau bisa disebut sebagai Tentara Keamanan Rakyat yang merupakan cikal bakal TNI. Berubahnya nama BKR menjadi TKR pada tanggal 5 oktober inilah yang menjadi hari lahirnya TNI. Setelah itu TKR Pelajar kembali merubah namanya menjadi TRI Pelajar atau yang dikenal dengan pasukan TRIP.
Pada 14-16 Juli 1946, diselenggarakan sebuah Kongres Pelajar dengan dihadiri oleh semua unsur pimpinan IPI Jawa Timur. Kota Malang yang menjadi tuan rumah mendapatkan imbas hasil dari kongres tersebut. Tepatnya pada 21 Juli 1946, Kota Malang diputuskan menjadi Pusat Markas TRIP Jawa Timur. Markas ini dipimpin oleh Komandan Isman dan Wakil Komandan Moeljosoedjono, yang berkedudukan di Mojokerto. Setelah itu, dibentuklah pasukan-pasukan yang lebih kecil setingkat batalyon. Wilayah Malang dipimpin oleh Susanto yang menjadi basis Batalyon 5000. Sementara itu, Batalyon 1000 yang meliputi Karesidenan Surabaya berpusat di Mojokerto, Batalyon 2000 meliputi Karesidenan Madiun dan Bojonegoro berpusat di Madiun, Batalyon 3000 meliputi Karesidenan Kediri berpusat di Kediri, dan Batalyon 4000 meliputi Karesidenan Besuki berpusat di Jember.
Pasukan TRIP memiliki rekam sejarah penting Kota Malang dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Mengenang Perlawanan Tuntas TRIP dalam Perjuangan “Bumi Hangus” Kota Malang Salah satu perlawanan sengit dalam poros tentara adalah ketika pasukan Belanda dengan pasukan Tentara Republik Indonesia Pelajar (TRIP) terlibat baku tembak di jalan Salak
Pertempuran ini bermula ketika pasukan Belanda dengan pasukan TRIP bertemu di titik Jalan Salak. Diawali ketika pasukan Belanda yang bergerak dari Jalan Ijen, di depan gereja Katolik terlihat beberapa orang TRIP berseragam hitam dan bersenjata di persimpangan Jalan Tanggamus dan Jalan Salak. Pasukan Belanda kemudian melepaskan tembakan kearah pasukan TRIP tersebut. Pasukan TRIP segera berpencar, mereka berpindah-pindah tempat dari satu halaman rumah ke rumah halaman lainnya. Akan tetapi, pasukan Belanda lainnya secara diam-diam muncul dari arah jalan Tanggamus, Jalan Dempo, Jalan Kerinci dan Jalan Gede mengepung TRIP yang terdesak di jalan Salak.
Menghadapi lawan yang tak memiliki kekuatan besar, sekelompok pasukan TRIP yang berada diujung barat jalan Salak segera menyelinap ke kebun tebu di Desa Klampok Kasri.
Sementara itu, pasukan TRIP yang berada di bagian tengah jalan Salak tidak dapat melarikan diri sehingga mereka ditembaki oleh pasukan Belanda dalam pertempuran. Dari sekian banyak perlawanan yang dilakukan, tercatat anggota TRIP yang sangat menyita perhatian dan merepotkan dari proses penaklukan Jawa Timur dalam agenda Agresi Militer I. Sekelompok anggota TRIP gugur mempertahankan diri terhadap kepungan Tentara Belanda (KNIL) di Jalan Salak. Hanya beberapa orang yang lolos. Dengan tembakan senapan mesin, disusul sebuan bayonet mereka tumbang dengan gagah. Pada saat itulah tercatat 35 anggota pasukan TRIP gugur dengan terhormat dan dimakamkan di komplek pemakaman pahlawan yang kini disebut dengan Makam Pahlawan TRIP di Jl. Rinjani No.17, Oro-oro Dowo, Kec. Klojen, Kota Malang, Jawa Timur.
TRIP sebuah pasukan yang tak menyerah terhadap penjajah, rela meregang nyawa demi masa depan bangsa. Hal ini merupakan suatu sejarah yang tak akan pernah terlupakan oleh generasi muda, sebuah sejarah yang akan terus tertanam pada ingatan generasi muda. Tanpa adanya sejarah maka masa depan bangsa akan musnah. Karena suatu bangsa yang besar tak akan lepas dari sejarahnya.