Angklung, Alat Musik Indonesia Untuk Dunia

Tanggal 16 November diperingati sebagai Hari Angklung Internasional. Momen ini menjadi peringatan tahunan yang penting, terutama bagi masyarakat Indonesia, untuk merayakan pengakuan angklung sebagai Warisan Budaya Takbenda Kemanusiaan oleh UNESCO. Pengakuan ini diberikan pada tanggal 18 November 2010, setelah angklung dinilai memiliki nilai kebudayaan yang tinggi serta makna filosofis yang mendalam.

Sejarah dan Asal-Usul Angklung

Angklung adalah alat musik tradisional yang terbuat dari bambu dan berasal dari kebudayaan Sunda di Jawa Barat. Cara memainkan angklung yang unik—dengan menggoyangkannya untuk menghasilkan nada—membuatnya berbeda dari alat musik lainnya. Angklung juga memiliki sejarah panjang, yang awalnya digunakan dalam ritual-ritual untuk mendatangkan hasil panen yang baik. Kini, angklung sudah menjadi bagian penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia sebagai alat musik yang sering dipentaskan dalam berbagai acara.

Pengakuan UNESCO Bagi Budaya Indonesia

Pengakuan angklung sebagai Warisan Budaya Takbenda oleh UNESCO bukan hanya tentang melindungi alat musik ini, tetapi juga merupakan penghormatan terhadap nilai-nilai kebudayaan yang terkandung di dalamnya. Angklung tidak hanya berfungsi sebagai hiburan, tetapi juga mencerminkan semangat kebersamaan dan keharmonisan karena cara memainkannya yang mengharuskan kerja sama di antara para pemain. Setiap pemain memainkan satu atau dua nada, dan dengan memainkan angklung bersama, terbentuklah harmoni yang indah.

Hari Angklung Internasional

Hari Angklung Internasional dirayakan dengan berbagai kegiatan, baik di dalam maupun luar negeri. Biasanya, peringatan ini diisi dengan konser angklung, pertunjukan budaya, dan lokakarya (workshop) untuk mengenalkan angklung kepada generasi muda. Sekolah-sekolah, komunitas budaya, hingga kedutaan besar Indonesia di berbagai negara turut mengadakan acara untuk memperkenalkan angklung kepada masyarakat dunia. Lewat perayaan ini, diharapkan lebih banyak orang yang memahami dan menghargai angklung sebagai salah satu kekayaan budaya Indonesia.

Remaja dan Tantangan Pelestarian Angklung

Angklung sebagai warisan budaya tidak akan lestari tanpa peran generasi muda. Oleh karena itu, penting bagi generasi penerus untuk mengenal, mempelajari, dan mencintai angklung. Melalui Hari Angklung Internasional, masyarakat diingatkan akan pentingnya menjaga warisan budaya ini. Upaya pelestarian ini bisa dilakukan dengan berbagai cara, mulai dari mengikuti kegiatan angklung di sekolah atau komunitas, hingga membuat inovasi musik yang melibatkan angklung.

Namun, di tengah upaya melestarikan angklung, muncul tantangan dalam memperkenalkannya kepada generasi muda. Saat ini, banyak remaja yang mungkin kurang mengenal angklung karena minat mereka lebih tertuju pada budaya populer dan modern. Kesenian tradisional seperti angklung bisa terasa asing bagi sebagian generasi muda. Hari Angklung Internasional mengingatkan kita bahwa angklung bukan hanya alat musik kuno, tetapi juga simbol persatuan dan kebanggaan budaya. Oleh karena itu, penting untuk mencari cara yang lebih kreatif untuk mengenalkan angklung, misalnya melalui media sosial, konser virtual, atau kolaborasi dengan musik modern yang dapat menarik perhatian generasi muda.

Apresiasi dan Kekhawatiran di Lampu Merah

Di era sekarang, angklung sering dimanfaatkan untuk mengamen di pinggir jalan atau di lampu merah. Di satu sisi, hal ini bisa menjadi cara bagi sebagian orang untuk mencari nafkah sekaligus memperkenalkan angklung kepada masyarakat luas. Namun, ada kekhawatiran bahwa penggunaan angklung di lampu merah bisa menimbulkan kesan yang kurang positif. Hal ini bisa membuat angklung terlihat sebagai alat musik yang kurang dihargai jika dibandingkan dengan alat musik lain yang ditampilkan di panggung atau acara resmi.

Sebaiknya, angklung dimainkan dalam kegiatan yang lebih terorganisir, seperti di taman kota atau ruang publik yang dirancang untuk kegiatan budaya. Dengan cara ini, angklung dapat terus dihargai sebagai warisan budaya yang memiliki nilai dan martabat tinggi, sekaligus memberi kesempatan kepada masyarakat untuk menikmatinya dalam suasana yang lebih positif dan tertata.

Kesimpulan

Hari Angklung Internasional bukan sekadar peringatan, tetapi sebuah panggilan bagi kita semua untuk melestarikan budaya Indonesia. Pengakuan UNESCO terhadap angklung menunjukkan bahwa budaya Indonesia dihargai dan diakui oleh dunia. Kini, tugas kita bersama adalah memastikan angklung tetap hidup dan dapat dinikmati oleh generasi mendatang. Mari kita rayakan Hari Angklung Internasional dengan bangga dan jadikan angklung sebagai identitas dan kebanggaan bangsa.

Penyusun: Gabriel Yoga Dvie Apama, Rizkya Dwi Ramadhan, Ndayu Khabisat, M. Requelme, Raja Dava (XI TJKT 1)

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *