Pada periode 1942 hingga 1945, Indonesia berada di bawah pendudukan Jepang, yang membawa perubahan drastis dalam kebijakan sosial ekonomi. Kebijakan ini dirancang untuk mendukung kebutuhan perang Jepang, namun juga mengubah struktur sosial dan ekonomi masyarakat.
Jepang memanfaatkan sumber daya alam Indonesia secara maksimal. Sektor pertanian, khususnya, diarahkan untuk memproduksi komoditas seperti padi, gula, dan kedelai. Petani dipaksa untuk memenuhi kuota produksi yang ditetapkan, sering kali dengan imbalan yang sangat rendah.Pemerintah Jepang menerapkan sistem tanam paksa, yang mengharuskan petani menanam tanaman tertentu untuk kepentingan Jepang. Ini mengakibatkan penurunan produksi pangan lokal dan merugikan ekonomi petani, yang harus menyerahkan sebagian besar hasil panennya.
Jepang melakukan pembangunan infrastruktur, seperti jalan dan rel kereta, untuk memfasilitasi mobilitas barang dan tentara. Meskipun ini meningkatkan aksesibilitas, fokus utama pembangunan adalah untuk kepentingan militer Jepang, bukan untuk kesejahteraan rakyat Indonesia.
Meskipun Jepang berusaha menanamkan kontrol, muncul berbagai bentuk perlawanan dari masyarakat. Banyak individu dan kelompok yang mulai merasakan ketidakpuasan terhadap kebijakan yang diterapkan. Sentimen nasionalisme yang tumbuh selama periode ini menjadi fondasi bagi pergerakan kemerdekaan setelah Jepang menyerah pada tahun 1945.
Kebijakan sosial ekonomi yang diterapkan oleh pemerintahan Jepang di Indonesia memiliki dampak yang mendalam dan kompleks. Meskipun ada beberapa pembangunan infrastruktur, kebijakan ini pada umumnya mengakibatkan eksploitasi, penindasan, dan penderitaan bagi rakyat Indonesia, meninggalkan warisan yang masih terasa setelah berakhirnya pendudukan.